THE ROYAL DISEASE

THE ROYAL DISEASE

dr. Satria D. Sigalayan, dr. Tri Prabowo sp. PD


Hemofilia atau yang dikenal sebagai penyakit kerajaan merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh karna adanya gangguan pembekuan darah pada suatu sistem tubuh manusia yang disebabkan karena adanya kelainan genetik. Hemofilia sendiri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu Hemofilia A (kekurangan faktor VIII) dan Hemofilia B (kekurangan faktor IX). Gejala yang paling umum terjadi adalah munculnya lebam-lebam pada tubuh atau adanya pembengkakan pada sendi-sendi tubuh (akibat adanya perdarahan pada sendi). Keluhan ini muncul secara spontan atau tiba-tiba dengan atau tanpa penyebab yang jelas.

Hemofilia disebut sebagai penyakit kerajaan karena pada abad ke-19 dan 20 penyakit ini ditemukan menyerang beberapa keluarga kerajaan di Inggris, Jerman, Rusia, dan Spanyol. Kasus pertama yang ditemukan secara resmi adalah Ratu Victoria dari Inggris, yang memerintah dari tahun 1837-1901, dan diyakini sebagai pembawa gen Hemofilia B (defisiensi faktor IX) dan mewariskan gen tersebut kepada tiga dari sembilan anaknya. Sejarah mencatat hemofilia diyakini dibawa oleh berbagai anggota kerajaan selama tiga generasi setelah Ratu Victoria.

Hemofilia bukanlah penyakit menular, tetapi terjadi karena rusaknya gen pengatur produksi faktor pembekuan darah dalam tubuh manusia. Hemofilia sendiri 70% diturunkan secara genetic (x-linked recessive/dari ibu), sementara 30% lainnya diyakini karena adanya perubahan gen secara spontan. Penelitian mengatakan Hemofilia A dijumpai 1 di antara 10.000 kelahiran. Sementara untuk Hemofilia B dijumpai dalam 1 di 50.000 kelahiran. “Saya sendiri hemofilia yang masuk dalam kategori 30% lainnya, karena tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit serupa” ungkap Satria.

Apa saja gejalanya?

Hemofilia memiliki tanda dan gejala yang bervariasi dan tergantung pada derajat hemofilianya. Gejala yang khas adalah adanya perdarahan pada sendi dan otot. Pada perdarahan sendi/otot akan timbul rasa nyeri ketika sendi digerakkan, bengkak, dan kulit di atasnya teraba lebih hangat dibanding sekitarnya. Gejala dapat muncul sejak bayi, ketika bayi mulai belajar merangkak akan sering muncul lebam/memar pada daerah lutut, atau ketika bertambah dewasa saat gigi susu terlepas terjadi perdarahan yang sukar berhenti. “Iya saat belajar merangkak dulu memang sering bengkak di lutut tiba-tiba kata orang tua, saat usia 6 tahun juga tidak bisa jalan 8 bulan karena cedera sehingga harus dirawat dan fisioterapi, dulu juga sempat lidah tergigit saat kecil dan susah berenti darahnya, pernah juga muncul bengkak di atas bengkak seperti di film kartun” ungkap Satria.

Ketika beranjak muda hingga dewasa, sering ditemukan kasus perdarahan pasca khitan atau pasca operasi yang sulit berhenti. “Saya pernah menemukan beberapa kali kasus, pasien setelah khitan perdarahannya sulit berhenti, biasanya 1-2 hari sudah berhenti, kalau pada kasus Hemofilia perlu pengobatan dan observasi yang lebih lama” ungkap dr. Tri.

Lantas apa yang bisa kita lakukan?

Lakukan tindakan pertolongan pertama sedini mungkin setelah terjadi benturan yang menyebabkan perdarahan sendi maupun otot dengan metode RICE.

  1. Rest/istirahatkan lengan/kaki yang mengalami cedera, gunakan sling penggantung, kursi roda/penopang lainnya. Jangan menggerakkan persendian/otot yang terluka. 
  2. Ice/kompres es daerah yang mengalami cedera. Berikan selama 5 menit, kemudian biarkan daerah yang cedera tanpa es selama 10 menit kemudian ulangi lagi. Hal ini dapat mengurangi rasa sakit dan memperlambat laju perdarahan.
  3. Compression/penekanan dengan perban elastis pada daerah sendi/otot yang cedera. Penekanan yang tidak terlalu keras dapat memperlambat laju perdarahan.
  4. Elevation/tinggikan daerah yang cedera lebih tinggi dari posisi jantung. Tindakan ini akan menurunkan tekanan pada bagian yang terluka, sehingga dapat memperlambat laju perdarahan.

Ketika menemukan atau mencurigai seseorang dengan Hemofilia, segera konsultasikan dengan dokter atau fasilitas kesehatan terdekat. Hemofilia dapat dideteksi secara dini dengan memeriksa PT dan aPTT kemudian dengan pemeriksaan darah menggunakan reagens khusus (factors deficient plasma).

Pengobatan hemofilia adalah menggunakan terapi pengganti faktor pembekuan sesuai dengan jenis hemofilianya. “Kalau saya karena hemofilia A, dapat terapinya konsentrat faktor VIII, dosisnya tergantung berat badan dan juga cederanya, biasanya saya dapat terapi seminggu sekali, disuntik melalui pembuluh darah” ungkap Satria. Terapi ini dapat diberikan jika terjadi cedera atau sebagai profilaksis/pencegahan untuk mencegah cedera berulang. Dianjurkan juga untuk tetap berolahraga ringan seperti renang, sepeda statis, atau olahraga lain yang minim kontak fisik.

Apakah dapat sembuh? Sampai saat ini penelitian mengatakan hemofilia belum dapat disembuhkan. Namun jika kita dapat mengenalinya sedini mungkin, memberikan penanganan yang tepat diimbangi dengan pola hidup yang sehat. Penyandang hemofilia dapat hidup layaknya manusia normal dan produktif.